Senin, 12 Desember 2011

Rabu, 07 Desember 2011

Model Pembelajaran SKS Pada Sekolah Menengah Atas


Keragaman kemampuan akademik, minat bakat dan potensi peserta didik dalam sebuah institusi pendidikan, menyebabkan timbulnya tuntutan kebutuhan akan pengembangan sistem pembelajaran yang inovatif, lebih efektif dan tentunya dapat mengakomodasikan keragaman tersebut. Dalam sebuah institusi pendidikan yang memiliki peserta didik yang beragam, perbedaan pada setiap individu janganlah dijadikan kekurangan atau menjadi sebuah penghalang dalam belajar. kemampuan dasar peserta didik sudah pasti akan berbeda-beda. Ada peserta didik yang memiliki kemampuan akademik yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah.
Model pembelajaran ditingkat sekolah menengah dengan sistem yang berkembang di Indonesia dewasa ini, umumnya menuntut peserta didik mengambil paket mata pelajaran yang telah disediakan di sekolah, hal ini tidak melatih kemandirian peserta didik dalam segi memilih pelajaran, karena peserta didik tidak dilatih untuk merancang rencana pembelajaranya sendiri. Perbedaan kadar kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik dan dikenal juga sebagai kecerdasan majemuk, menjadi salah satu alasan mengapa setiap individu perlu perlakuan berbeda karena masing-masing memiliki minat, bakat dan kecerdasan yang tidak sama, demikian pula dari segi kecepatan belajar, ada dapat menyelesaikan pelajaran dengan cepat dan ada yang lambat. Meskipun demikian perbedaan kemampuan belajar seharusnya tidak menjadi penghalang bagi seseorang untuk menjadi pribadi yang mandiri.    
Melatih peserta didik belajar secara mandiri, adanya heterogenitas atau keragaman kemampuan dasar yang berbeda diantara peserta didik, seperti yang telah dijabarkan dilatarbelakang masalah, pada dua alenia sebelumnya menjadi latar belakang ditetapkanya sistem pembelajaran model SKS (Sistem kredit Semester). Sistem pembelajaran model SKS adalah salah satu perwujudan dari Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 12 ayat 1 butir (b) yang  menyatakan: “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya; dan (f) menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan”.[1] Amanat dari pasal tersebut selanjutnya dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
Konsep dasar untuk merumuskan konsep SKS yaitu seperti yang dimuat dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk pendidikan dasar dan menengah yang menyatakan bahwa: Sistem kredit Semester adalah sistem penyelengaraan program pendidikan yang peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti pada setiap semester pada satuan pendidikan. Beban belajar satu SKS meliputi satu jam pembelajaran tatap muka, satu jam penugasan terstruktur dan satu jam kegiatan mandiri tidak terstruktur.
SMA dengan sistem kredit semester tersebut memiliki tujuan untuk menghasilkan peserta didik yang mandiri dapat berfikir komprehensif dan mengerti bagaiman menghadapi persaingan di masa depan. Maka sistem kredit semester diasumsikan sebagai sistem yang mampu melatih peserta didik dalam menyusun rencana belajar secara mandiri setiap peserta didik dilatih untuk bertangung jawab dalam belajar karena dengan SKS peserta didik belajar secara tuntas. Beban belajar setiap mata pelajaran pada Sistem kredit Semester dinyatakan dalam satuan kredit semester (SKS). Dalam sistem pembelajaran SKS di Sekolah Menengah Atas, peserta didik dilatih untuk merencanakan kegiatan belajar secara mandiri dibantu oleh sekolah dan guru dalam merencanakan program studi yang akan diambil dalam tiga tahun kedepan yaitu dari awal peserta didik memulai belajar pada kelas 10 sampai ia lulus dikelas 12. Namun demikian, jika peserta didik tidak dapat menyelesaikanya dalam jangka waktu tiga tahun seperti yang direncanakan dari awal maka peserta didik harus menerima konsekuensi untuk lulus lebih lama dari waktu yang telah direncanakan sebelumnya yaitu lebih dari tiga tahun. Penambahan waktu belajar dalam SKS sangat dimungkinkan bagi peserta didik yang belum tuntas atau lulus pada mata pelajaran tertentu dan harus mengulang pelajaran tersebut pada semester berikutnya.
Dalam sistem pembelajaran SKS setiap institusi pendidikan atau sekolah memiliki jumlah standar ketentuan beban belajar yang dinilai secara kredit, yang harus ditempuh oleh setiap peserta didik dalam periode tertentu sampai peserta didik menuntaskan seluruh mata pelajaran yang diambil. Setiap mata pelajaran dalam SKS memiliki bobot nilai kredit yang berbeda tergantung ketentuan yang telah ditetapkan sekolah. Setiap kredit memiliki bobot nilai yang berbeda pada masing-masing mata pelajaran, ada yang memiliki kredit 0,5 dan 1 kredit dalam setiap mata pelajaran. Bobot kredit pada setiap mata pelajaran berbeda, sesuai dengan lama waktu yang ditempuh dan beban mata pelajaran yang diambil oleh peserta didik. Kemudian pada akhirnya setiap kredit yang telah dimiliki oleh peserta didik akan di akumulasikan sebagai bentuk penentu kelulusan. Didalam SKS tidak dikenal istilah naik kelas atau tinggal kelas karena jika peserta didik tidak lulus dalam satu mata pelajaran peserta didik harus/dapat mengulang disemester berikutnya.
Implementasi dari penyelengaraan SKS dalam satuan pendidikan tingkat atas (SMA) diharapkan akan dapat mempermudah peserta didik dalam menentukan masa depanya kelak ketika peserta didik akan melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti dalam perguruan tinggi (Universitas). Seperti yang telah diuraikan diatas dengan SKS peserta didik dari awal sudah membuat perencanaan yang matang dalam tiga tahun kedepan berdasarkan kesesuaian minat bakat dan kemampuan peserta didik. Sehingga ketika ingin memasuki jenjang kuliah diharapkan peserta didik sudah mantap dan yakin akan jurusan atau program studi apa yang akan diambil ketika perguruan tinggi.



[1] Panduan Penyelengaraan Sistem Kredit Semester  (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2010),  p.1.

Selasa, 04 Maret 2008

Hitam Putih


seorang anak menanyakan peranyaan ini dikelas seni rupa "hitam dan putih termasuk warna atau bukan?" pertanyaan bagus dari seorang siswa mengingatkan saya pada pertanyaan yang pernah saya nyatakan kepada seorang teman, mengingat didalam golongan warna yang dikenal sebagai warna dasar adalah hanya tiga warna yaitu merah, biru dan kuning kemudian dari pencampuran tiga warna dengan presentase seimbang tersebut terciptalah warna sekunder, dari warna sekunder tersebut jika dicampur akan menjadikan warna tersier. Maka pertanyaanya apakah hitam dan putih bukan termasuk warna? ataukah hitam dan putih termasuk juga golongan warna?.





Pertanyaan itu pernah ada dibenak saya sebeum saya mencari tahu jawaban sendiri lewat teman, buku dan internet untuk memastikan kebenaranya, yah... mungkin hal ini nampak sepele bagi sebagian orang. Dalam situs wikipedia dijelaskan bahwa dalam ilmu warna, hitam dianggap sebagai ketidakhadiran seluruh jenis gelombang warna, sementara putih dianggap sebagai representasi kehadiran seluruh gelombang warna dengan proporsi seimbang. Secara ilmiah, keduanya bukanlah warna, meskipun bisa dihadirkan dalam bentuk pigmen, maka dari wikipedia kita dapat menarik kesimpulan bahwa secara ilmiah hitam dan putih bukan termasuk warna (ema).

Jumat, 25 Januari 2008

hubungan filsafat dengan seni


Filsafat dengan seni memiliki hubungan yang erat, karena estetika (keindahan) dalam seni merupakan bagian dari filsafat. Namun dalam penggolongan objeknya estetika masuk dalam ruang lingkup bahasan filsafat manusia. Baru pada abad ke 20 estetika mengeser perannanya sebagai filsafat keindahan dan menuju kearah keilmuan, yang sebelumnya mengkhususkan diri hanya pada telaah atas karya-karya seni saja. Maka estetika abad 20 dikenal sebagai estetika moderen atau estetika ilmiah karena bekerja dengan bantuan ilmu-ilmu lain seperti psikologi, sosiologi, antropologi, dll, dari situlah filsafat seni menjadi bagian dari studi estetika ilmiah, dengan pendekatan yang lebih empiris-ilmiah.

Agar seni dapat selalu berkembang secara dinamis namun tidak bergeser dari akar filsafat seni yaitu keindahan, hendak'lah para pelaku seni berupaya untuk selalu menciptakan sebuah karya seni tidak lepas dari akar filsafat seni itu sendiri yaitu estetika. Dengan menciptakan suatu karya demi keindahan maka secara otomatis karya-kaya yang seni yang dihasilkan, akan selalu tercipta secara estetis, bagi diri sendiri maupun untuk orang lain.
Ditulis oleh : Siti Rohmawati

Colour Therapy (Terapi Warna)

Hidup manusia, dikelilingi oleh warna namun mungkin sebagian besar dari kita sendiri, tidak mengetahui dari mana warna itu berasal, arti warna dan manfaat warna itu sendiri untuk jiwa dan tubuh kita. Kemudian dalam hal psikologis apakah warna dapat berpengaruh terhadap perasaan atau mood seseorang, pertanyaan lebih jauh lagi tentang warna, yaitu apakah benar warna dapat dijadikan sebagai media alternatif terapi. Karena dalam perkembangannya warna dikenal dapat dijadikan sebagai terapi yang dikenal dengan colour therapy, apakah colour therapy? dan apakah manfaatnya?. Sebenarnya masih banyak pertanyaan apa dan mengapa tentang warna dan terapi warna yang ada dibenak kita, yang ingin kita ketahui lebih lanjut lagi.
Warna dapat diartikan secara harfiah dengan berbagai pendekatan ilmu pengetahuan seperti dalam pendekatan ilmu seni, ilmu fisika, maupun ilmu psikologi. Menurut ensiklopedi Indonesia dalam pendekatan ilmu pengetahuan alam fisika, warna berarti gejala yang timbul karena suatu benda memantulkan cahaya yang mengenainya, sifat cahaya tergantung kepada panjang gelombang cahaya yang dipantulkan benda tersebut. Warna yang dihasilkan oleh sepektum warna yaitu merah hijau dan biru yang disebut sebagai warna primer atau warna dasar. Penelitian ilmiah tentang warna bersumber dari penemuan Isaac Newton pada tahun 1672, yang dipublikasikan pada tulisan kontrofersialnya tentang warna ia menyatakan bahwa cahaya matahari yang memantul pada prisma bukanlah bewarna putih namun ada tujuh warna yang berbeda yaitu merah, Oranye, kuning, hijau, biru, Indigo dan violet
(
www.colourtherapyhealing.com ) .
Penggabungan dengan perbandingan yang sama antara tiga warna tersebut menghasilkan tiga warna yaitu jingga (merah+kuning), hijau (kuning+biru), dan ungu (merah+biru) (Mikke Suranto, 2001; 113) yang disebut warna sekunder. Jika warna-warna sekunder tersebut dicampurkan lagi maka muncullah warna tersier yaitu warna oranye-jingga, oranye-hijau dan hijau-jingga.
Pada awal sejarahnya, terapi warna sebenarnya telah digunakan, juga dipercaya sejak zaman Mesir Kuno. Warna pada zaman mesir kuno dipercaya mempunyai pengaruh yang besar pada tubuh (fisik, emosi, dan mental) manusia. Orang mesir percaya warna mempengaruhi aura tubuh sehingga jika tubuh kelebihan atau kekurangan salah satu warna, akan terjadi ketidakseimbangan tubuh yang akhirnya mempengaruhi perasaan diri manusia dan ahirnya mempenggaruhi kesehatan tubuh manusia. Namun perkembangan terapi warna untuk kesehatan, berakar pada ayurveda yaitu penggobatan kuno yang dilakukan di India. Barulah setelah abad ke sembilan belas, bangsa Eropa mengadaptasi dan menggembangkan penggobatan menggunakan terapi warna dari India tersebut dalam ilmu medis moderen .
Dari pengobatan terapi warna, tubuh manusia terbagi menjadi tujuh cakra yang dipengaruhi oleh tujuh warna yaitu warna merah, oranye, kuning, hijau, biru, indigo dan violet dan jika tidak seimbang akan berpengaruh pada tubuh. Keseimbangan warna ini dapat juga berpengaruh pada aura seseorang karena itu terapi warna bukanlah obat penyembuh mamun bisa membantu proses penyembuhan sebuah penyakit lewat gelombang energi atau vibrasinya. Warna juga dapat menberikan efek baik dari segi psikologis maupun emosi, dengan kita mengunakan warna-warna yang tepat, kita dapat mengubah energi negatif menjadi positif. Dengan terapi warna juga dapat membantu menyeimbangkan frekuensi kegagalan koneksi sel, sehingga dapat mengembalikan kembali bagian diri kita, menjadi natural dan berseri-seri seperti semula.


Ditulis Oleh : Siti Rohmawati


Daftar Pustaka :

Ensiklopedi Indonesia. (1990) Jakarta: Penerbit PT Ichtiar Baru Van Hoeve.
Mikke Susanto. (2002). Diksi Rupa Kumpulan Istilah Seni Rupa. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Sulasmi Darmaprawira. (2002). Warna Teori dan Kreativitas Penggunaanya. Bandung: Penerbit ITB.
Vijaya Kumar. (2003). Colour Therapy. New Delhi: Publishers Private Limited
Internet :
www.colourtherapyhealing.com
www.wikipedia.com
www.kcm.com

Kamis, 24 Januari 2008

Filsafat Ilmu Sebagai Tonggak Perkembangan IPTEK

Filsafat merupakan asal dari segala ilmu pengetahuan tidak ada salahnya kita mengawali tulisan singkat ini dengan berangkat dari pengertian filsafat, filsafat atau falsafah diambil dari bahasa Yunani ‘philosophia’. ‘Philia’ berarti ‘persahabatan, cinta’, dan ‘sophia’ berarti ‘kebijaksanaan’, sehingga arti kata harfiahnya adalah seorang ‘pecinta kebijaksanaan’ atau ‘ilmu’(www.wikipedia.com). Ada pandangan bahwa filsafat seperti layaknya pohon. Filsafat merupakan suatu disiplin imu yang statis, kokoh dan sekaligus dapat pula berkembang dinamis. Filsafat adalah pohon yang mempelajari keseluruhan reaitas dari seuruh bidang keilmuan, sedangkan ilmu pegetahuan adalah cabang dari satu pohon filsafat, yang mempeajari satu cabang pengetahuan tertentu. Jika kita kaitkan filsafat dengan realitas dan tonggak perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnolgi (IPTEK), hal tersebut adalah sangat berkaitan, karena pada awal ilmu diciptakan pada dasarnya ilmu diciptakan dari rasa ingin tahu yang mendalam.
Filsafat ilmu merupakan pengetahuan yang memiliki pengaruh dan hubungan timbal balik antara filsafat dan ilmu. Karena filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan, karena itu setiap saat ilmu itu berubah dan berkembang mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru.
Jika ingin ilmu pengetahuan dan tehnologi berkembang kita harus dapat berfilsafat. Semua orang dapat berfilsafat apalagi seorang ilmuan haruslah dapat berfikir filsafat, namun berfikir filsafat secara menyeluruh tidak hanya dari sudut pandang ilmu itu sendiri. Seorang ilmuwan haruslah berfikir tentang keilmuan dari berbagai sudut, karena setiap ilmu saling berkaitan. Karateristik berfikir filsafat juga harus mendasar, seorang ilmuan tidak begitu saja percaya bahwa sebuah ilmu itu benar dan yang terahir kemampuan yang harus dimiliki seorang ilmuan, ilmuan harus dapat bersepekulasi untuk menemukan jawaban atas dasar keingintahuan dalam diri, karena sifat dari filsafat itu adalah spekulatif karena semua ilmu berasal dari serangkaian spekulasi kita memilih buah pikiran yang dapat menjadi dasar titik awal dari perjalanan pengetahuan.
Dengan kita berfikir dan berfilsafat maka akan menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di Indonesia menjadi berkembang dan maju. Setidaknya upaya memajukan bidang kemajuan tehnologi dan ilmu pengetahuan, bisa dimulai dari perubahan cara berfikir kita. Karena proses penciptaan pada hakikatnya lahir dari proses berfikir kreatif.

Ditulis Oleh : Siti Rohmawati,
Daftar pustaka :
Stephen Palmquis. 2000. The Tree Of Philosophy. Penerbit Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
www.wikipedia.com

stupid is not cute

stupid is not cute

T-Shirt Making

Hitam Putih Warna Ataw Bukan

seorang anak menanyakan peranyaan ini dikelas seni rupa "hitam dan putih termasuk warna atau bukan?" pertanyaan bagus dari seorang siswa mengingatkan saya pada pertanyaan yang pernah saya nyatakan kepada seorang teman, mengingat didalam golongan warna yang dikenal sebagai warna dasar adalah hanya tiga warna yaitu merah, biru dan kuning kemudian dari pencampuran tiga warna dengan presentase seimbang tersebut terciptalah warna sekunder, dari warna sekunder tersebut jika dicampur akan menjadikan warna tersier. Maka pertanyaanya apakah hitam dan putih bukan termasuk warna? ataukah hitam dan putih termasuk juga golongan warna?.





Pertanyaan itu pernah ada dibenak saya sebeum saya mencari tahu jawaban sendiri lewat teman, buku dan internet untuk memastikan kebenaranya, yah... mungkin hal ini nampak sepele bagi sebagian orang. Dalam situs wikipedia dijelaskan bahwa dalam ilmu warna, hitam dianggap sebagai ketidakhadiran seluruh jenis gelombang warna, sementara putih dianggap sebagai representasi kehadiran seluruh gelombang warna dengan proporsi seimbang. Secara ilmiah, keduanya bukanlah warna, meskipun bisa dihadirkan dalam bentuk pigmen, maka dari wikipedia kita dapat menarik kesimpulan bahwa secara ilmiah hitam dan putih bukan termasuk warna (ema).

Paintlust Presents How To Make a Painting In 30secs